Opini: Dai Niki from Japan.
Tim nasional sepakbola Indonesia akhir-akhir ini sering menjadi perbincangan, mulai dari kisruh pengurus PSSI sampai berita prestasi yang terlihat mulai membaik. Prestasi timnas Indonesia diajang Piala AFF Suzuki sepertinya dianggap sebagai dampak positif dari perekrutan beberapa pemain yang berpindah kewarganegaraan alias naturalisasi warga negara. Kelihatannya banyak pengurus PSSI menganggap program naturalisasi pemain menghasilkan sukses besar. Padahal menurutku, naturalisasi pesepak bola memang bisa memberikan dampak positif jika kita mengacu pada program jangka pendek. Tetapi tetap saja sistem pembinaan yang baik harus diterapkan jika ingin prestasi timnas semakin meningkat, karena bila tidak prestasi akan terus jalan ditempat. Dalam tulisan ini saya hanya ingin mengaca pada sistem pembinaan yang dilakukan Jepang hingga saat ini.
Apakah anda penggemar manga dan anime? Jika iya dan jika anda penggemar sepakbola, mungkin anda kenal dengan salah satu manga/anime sepakbola yang menurutku terbaik hingga saat ini yaitu Shoot!. Kalau ditelaah lebih jauh, Shoot! menampilkan sistem pembinaan sepakbola Jepang dengan cukup baik dan informatif. Coba kita ingat-ingat kembali, Shoot! menampilkan turnamen sepakbola SMA Jepang dengan mengetengahkan tim sepakbola SMA Kakegawa dalam memperjuangkan ambisi mereka merebut tahta juara kompetisi sepakbola SMA seluruh Jepang. Dari sini kita sudah mulai bisa memahami kalau sistem pembinaan sepakbola (dan juga olahraga lain seperti baseball) Jepang beranjak dari sekolah, bukan akademi. Di Eropa, pembinaan sepakbola dilakukan oleh akademi yang dimiliki klub sepakbola, misalnya yang terkenal menghasilkan banyak pemain top Youth Academy milik Ajax dan Barcelona.
Sekolah di Jepang memiliki kegiatan ekstrakulikuler sebagaimana juga di Indonesia, termasuk di dalamnya klub kegiatan olahraga sepakbola. Sejak SMP, klub kegiatan olahraga mulai mendapat perhatian serius karena mereka membawa nama sekolah di ajang kompetisi antar sekolah. Terlebih lagi untuk SMA. Beberapa SMA terkemuka memberikan semacam beasiswa olahraga bagi siswa berprestasi, tentu saja ini dimaksud untuk mengangkat nama sekolah. Contohnya saja SMA Fujieda Higashi (dalam manga Shoot! ditampilkan dengan nama SMA Fujita Higashi) Shizuoka yang namanya terkenal sebagai peraih banyak titel juara inter-highschool sepakbola memberikan beasiswa untuk siswa pesepakbola. Hasilnya selain titel juara sekolah, para siswa lulusannya juga banyak yang direkrut oleh klub-klub sepakbola terkenal di Jepang. Malah beberapa SMA mempekerjakan pelatih sepakbola khusus dari pada menyerahkan pembinaan anak didikannya pada guru olahraga umum.
Selain perhatian serius dari pihak sekolah, pemerintah Jepang juga menanamkan nilai kompetisi dalam diri para siswa dengan memperbaiki ajang turnamen inter-highschool tahunan bernama ALL JAPAN HIGH SCHOOL SOCCER TOURNAMENT yang telah berlangsung sejak tahun 1918. Dalam turnamen ini, setiap prefektur hanya mengirimkan satu wakil yang diperoleh dari SMA juara perfektur yang akan diadu di lapangan sepakbola di sekitar Tokyo, sebelum akhirnya 2 tim terbaik akan beradu di Stadion Nasional. Awalnya turnamen ini memang kalah kelas dan kalah pamor dibanding saudaranya, turnamen baseball SMA yang ajang finalnya di stadion Koshien Osaka selalu dipadati penonton. Saat ini, ALL JAPAN HIGH SCHOOL SOCCER TOURNAMENT mulai diminati para penggemar sepakbola, apalagi partai final dilangsungkan di Stadion Nasional Tokyo yang menjadi homebase timnas Jepang.
Naturalisasi juga pernah dilakukan oleh JFA (PSSI-nya Jepang) walaupun tujuannya hanya untuk jangka pendek. Masih ingat dengan Ruy Ramos yang dulunya pernah menjadi idola dan disanjung-sanjung para penggemar sepakbola Jepang. Lalu ada lagi Wagner Lopes yang dulu seangkatan di timnas Jepang dengan Hidetoshi Nakata untuk Piala Dunia 1998. Naturalisasi pemain Brazil memang identik dengan Jepang akibat banyaknya orang Brazil keturunan Jepang yang berdomisili di Jepang (terutama daerah Shizuoka). Tapi lihat daftar pemain timnas Jepang sekarang (tahun 2011), tak ada satupun pemain naturalisasi yang ada dalam daftar. Memang ada satu pemain belasteran Brazil-Jepang bernama Marcus Tulio Tanaka (seperti halnya Bachdim yang turunan Indonesia-Belanda), tetapi Tanaka adalah penduduk Jepang yang sudah tinggal di Jepang sejak masa SMA-nya, bukan rekrutan baru. Disini kita bisa melihat kalau sistem pembinaan pemain timnas tidak berdasarkan pemain naturalisasi melainkan sistem kompetisi sekolah. Naturalisasi pemain timnas hanya dilakukan untuk tujuan jangka pendek sambil memperbaiki sistem kompetisi sekolah untuk tujuan jangka panjang.
Mayoritas atlet sepakbola profesional Jepang terlebih dahulu lulus SMA dan kemudian direkrut oleh klub-klub sepakbola profesional sebagai pemain pro. Tidak ada cerita pemain usia 17 tahun kebawah sudah mendapatkan kontrak penuh sebagai pemain profesional seperti halnya di Liga Inggris. Tapi itulah kelebihan dan kekurangan sistem kompetisi sekolah milik Jepang, karena tetap saja pendidikan hingga SMA harus diselesaikan. Lulus SMA, barulah mereka menentukan karir dimasa depan. Mau lanjut sekolah hingga perguruan tinggi atau langsung terjun menjadi pemain pro.
Ketika masyarakat Indonesia sedang meributkan hebatnya pemain naturalisasi, masyarakat sepakbola Jepang sendiri sedang heboh dengan seorang siswa kelas 3 dari SMA Cukyo Nagoya bernama Miyaichi Ryo. Bagaimana tidak? Ketika seluruh pesepakbola profesional Jepang yang bermain di liga eropa direkrut lewat proses transfer antar klub (dari klub Jepang yang merekrut atlet setelah lulus SMA), Miyaichi justru mendapatkan kontrak profesional pertamanya langsung setelah lulus SMA dari klub Inggris Arsenal. Itu juga Arsenal memperoleh tanda tangan Miyaichi setelah berebut dengan raksasa sepakbola Belanda Ajax Amsterdam. Miyaichi Ryo adalah produk sistem kompetisi sekolah Jepang yang mulai memperlihatkan buahnya. Dimasa mendatang, besar kemungkinan Miyaichi Ryo yang lain akan bermunculan di pentas liga eropa.
Bagaimana dengan Indonesia? Masih tetap berharap memajukan prestasi sepakbola tim nasional dengan resep kilat a la naturalisasi? Semoga kita bisa berkaca dengan sistem naturalisasi yang dilakukan sepakbola Jepang, karena hal tersebut hanya memberikan kesuksesan sesaat.
NB.
Jika membandingkan Miyaichi Ryo dengan salah satu tokoh manga Shoot! yaitu Hiramatsu Kazuhiro, kebetulan sekali terdapat beberapa kesamaan. Mereka sama-sama menempati posisi penyerang sayap, sama-sama memiliki kemampuan dribble 100 meter/10 detik, dan yang terakhir sama-sama direkrut Arsenal
Akankah ada siswa SMA Jepang lainnya yang akan direkrut oleh Real Madrid di kemudian hari seperti halnya tokoh Toshihiko?
"**
Penulis adalah Mahasiswa Indonesia
yang kuliah di Jepang
Apakah anda penggemar manga dan anime? Jika iya dan jika anda penggemar sepakbola, mungkin anda kenal dengan salah satu manga/anime sepakbola yang menurutku terbaik hingga saat ini yaitu Shoot!. Kalau ditelaah lebih jauh, Shoot! menampilkan sistem pembinaan sepakbola Jepang dengan cukup baik dan informatif. Coba kita ingat-ingat kembali, Shoot! menampilkan turnamen sepakbola SMA Jepang dengan mengetengahkan tim sepakbola SMA Kakegawa dalam memperjuangkan ambisi mereka merebut tahta juara kompetisi sepakbola SMA seluruh Jepang. Dari sini kita sudah mulai bisa memahami kalau sistem pembinaan sepakbola (dan juga olahraga lain seperti baseball) Jepang beranjak dari sekolah, bukan akademi. Di Eropa, pembinaan sepakbola dilakukan oleh akademi yang dimiliki klub sepakbola, misalnya yang terkenal menghasilkan banyak pemain top Youth Academy milik Ajax dan Barcelona.
Sekolah di Jepang memiliki kegiatan ekstrakulikuler sebagaimana juga di Indonesia, termasuk di dalamnya klub kegiatan olahraga sepakbola. Sejak SMP, klub kegiatan olahraga mulai mendapat perhatian serius karena mereka membawa nama sekolah di ajang kompetisi antar sekolah. Terlebih lagi untuk SMA. Beberapa SMA terkemuka memberikan semacam beasiswa olahraga bagi siswa berprestasi, tentu saja ini dimaksud untuk mengangkat nama sekolah. Contohnya saja SMA Fujieda Higashi (dalam manga Shoot! ditampilkan dengan nama SMA Fujita Higashi) Shizuoka yang namanya terkenal sebagai peraih banyak titel juara inter-highschool sepakbola memberikan beasiswa untuk siswa pesepakbola. Hasilnya selain titel juara sekolah, para siswa lulusannya juga banyak yang direkrut oleh klub-klub sepakbola terkenal di Jepang. Malah beberapa SMA mempekerjakan pelatih sepakbola khusus dari pada menyerahkan pembinaan anak didikannya pada guru olahraga umum.
Selain perhatian serius dari pihak sekolah, pemerintah Jepang juga menanamkan nilai kompetisi dalam diri para siswa dengan memperbaiki ajang turnamen inter-highschool tahunan bernama ALL JAPAN HIGH SCHOOL SOCCER TOURNAMENT yang telah berlangsung sejak tahun 1918. Dalam turnamen ini, setiap prefektur hanya mengirimkan satu wakil yang diperoleh dari SMA juara perfektur yang akan diadu di lapangan sepakbola di sekitar Tokyo, sebelum akhirnya 2 tim terbaik akan beradu di Stadion Nasional. Awalnya turnamen ini memang kalah kelas dan kalah pamor dibanding saudaranya, turnamen baseball SMA yang ajang finalnya di stadion Koshien Osaka selalu dipadati penonton. Saat ini, ALL JAPAN HIGH SCHOOL SOCCER TOURNAMENT mulai diminati para penggemar sepakbola, apalagi partai final dilangsungkan di Stadion Nasional Tokyo yang menjadi homebase timnas Jepang.
Ruy Ramos |
Naturalisasi juga pernah dilakukan oleh JFA (PSSI-nya Jepang) walaupun tujuannya hanya untuk jangka pendek. Masih ingat dengan Ruy Ramos yang dulunya pernah menjadi idola dan disanjung-sanjung para penggemar sepakbola Jepang. Lalu ada lagi Wagner Lopes yang dulu seangkatan di timnas Jepang dengan Hidetoshi Nakata untuk Piala Dunia 1998. Naturalisasi pemain Brazil memang identik dengan Jepang akibat banyaknya orang Brazil keturunan Jepang yang berdomisili di Jepang (terutama daerah Shizuoka). Tapi lihat daftar pemain timnas Jepang sekarang (tahun 2011), tak ada satupun pemain naturalisasi yang ada dalam daftar. Memang ada satu pemain belasteran Brazil-Jepang bernama Marcus Tulio Tanaka (seperti halnya Bachdim yang turunan Indonesia-Belanda), tetapi Tanaka adalah penduduk Jepang yang sudah tinggal di Jepang sejak masa SMA-nya, bukan rekrutan baru. Disini kita bisa melihat kalau sistem pembinaan pemain timnas tidak berdasarkan pemain naturalisasi melainkan sistem kompetisi sekolah. Naturalisasi pemain timnas hanya dilakukan untuk tujuan jangka pendek sambil memperbaiki sistem kompetisi sekolah untuk tujuan jangka panjang.
Mayoritas atlet sepakbola profesional Jepang terlebih dahulu lulus SMA dan kemudian direkrut oleh klub-klub sepakbola profesional sebagai pemain pro. Tidak ada cerita pemain usia 17 tahun kebawah sudah mendapatkan kontrak penuh sebagai pemain profesional seperti halnya di Liga Inggris. Tapi itulah kelebihan dan kekurangan sistem kompetisi sekolah milik Jepang, karena tetap saja pendidikan hingga SMA harus diselesaikan. Lulus SMA, barulah mereka menentukan karir dimasa depan. Mau lanjut sekolah hingga perguruan tinggi atau langsung terjun menjadi pemain pro.
Ketika masyarakat Indonesia sedang meributkan hebatnya pemain naturalisasi, masyarakat sepakbola Jepang sendiri sedang heboh dengan seorang siswa kelas 3 dari SMA Cukyo Nagoya bernama Miyaichi Ryo. Bagaimana tidak? Ketika seluruh pesepakbola profesional Jepang yang bermain di liga eropa direkrut lewat proses transfer antar klub (dari klub Jepang yang merekrut atlet setelah lulus SMA), Miyaichi justru mendapatkan kontrak profesional pertamanya langsung setelah lulus SMA dari klub Inggris Arsenal. Itu juga Arsenal memperoleh tanda tangan Miyaichi setelah berebut dengan raksasa sepakbola Belanda Ajax Amsterdam. Miyaichi Ryo adalah produk sistem kompetisi sekolah Jepang yang mulai memperlihatkan buahnya. Dimasa mendatang, besar kemungkinan Miyaichi Ryo yang lain akan bermunculan di pentas liga eropa.
Miyaichi Ryo |
NB.
Jika membandingkan Miyaichi Ryo dengan salah satu tokoh manga Shoot! yaitu Hiramatsu Kazuhiro, kebetulan sekali terdapat beberapa kesamaan. Mereka sama-sama menempati posisi penyerang sayap, sama-sama memiliki kemampuan dribble 100 meter/10 detik, dan yang terakhir sama-sama direkrut Arsenal
Akankah ada siswa SMA Jepang lainnya yang akan direkrut oleh Real Madrid di kemudian hari seperti halnya tokoh Toshihiko?
"**
Penulis adalah Mahasiswa Indonesia
yang kuliah di Jepang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar